" Peran kepala Sekolah terhadap Profesionalitas Guru"
PERAN KEBIJAKAN KEPALA MADRASAH
DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALISME GURU DI MADRASAH IBTIDAIYAH GONDANG
WONOPRINGGO
SKRIPSI
Oleh
Wasis
Budiarto
NIM
: 34.21.1.3.012
PROGRAM
STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
STAIKAP
PEKALONGAN
2017
PERAN KEBIJAKAN KEPALA MADRASAH
DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALISME GURU
DI MADRASAH IBTIDAIYAH GONDANG
WONOPRINGGO
SKRIPSI
Diajukan Kepada:
STAIKAP
PEKALONGAN
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Manajemen Pendidikan
Islam (S. Pd. I)
Oleh:
Wasis
Budiarto
NIM
: 34.21.1.3.016
PROGRAM
STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
STAIKAP
PEKALONGAN
2017
LEMBAR PERSETUJUAN
PERAN KEBIJAKAN KEPALA MADRASAH
DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALISME GURU
DI MI GONDANG WONOPRINGGO
SKRIPSI
Oleh
:
Wasis
Budiarto
NIM
: 34.21.1.3.012
Telah disetujui pada
tanggal
Dosen
Pembimbing,
Arip Dwi Iskandar,M.Hum
NIK. 2015.10.02.02.040
Mengetahui:
Ketua
Prodi,
M.
Nasrullah, M.Pd
NIK. 2015.10.02.02.041
LEMBAR PENGESAHAN
PERAN KEBIJAKAN KEPALA MADRASAH
DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALISME GURU
DI MI GONDANG WONOPRINGGO
SKRIPSI
Oleh
Wasis Budiarto
NIM : 34.21.13.012
Wasis Budiarto
NIM : 34.21.13.012
Telah
Dipertahankan di Depan Dewan Penguji
Dan Dinyatakan Diterima Sebagai Salah Satu Persyaratan
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Manajemen Pendidikan Ialam (S. Pd. I)
Pada 2017
Dan Dinyatakan Diterima Sebagai Salah Satu Persyaratan
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Manajemen Pendidikan Ialam (S. Pd. I)
Pada 2017
Susunan
Dewan Penguji: Tanda Tangan
1.
Ketua
NIK. ........................... ( )
2.
Dosen Pembimbing/Sekertaris
NIK. ........................... ( )
3.
Penguji Utama
NIK. ........................... ( )
Disahkan
oleh:
Ketua
Prodi
M.
Nasrullah, M.Pd
NIK. 2015.10.02.02.041
SURAT PERNYATAAN
Yang
bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Wasis Budiarto
NIM :
34.2.1.13.012
Prodi : Manajemen Pendidikan Islam
Menyatakan
bahwa “Skripsi” yang saya buat untuk
memenuhi persyaratan kelulusan pada PRODI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM STAIKAP
Pekalongan, dengan judul:
“PERAN KEBIJAKAN KEPALA MADRASAH
DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALISME GURU DI MI GONDANG WONOPRINGGO”. Adalah
hasil karya saya sendiri, bukan “duplikasi”
dari karya orang lain. Selanjutnya apabila di kemudian hari ada “klaim” dari pihak lain, bukan menjadi
tanggungjawab Dosen Pembimbing dan atau pihak STAIKAP Pekalongan, tetapi
menjadi tanggungjawab saya sendiri.
Demikian
surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan tanpa paksaan dari
siapapun.
Pekalongan,
5 November 2017
Wasis Budiarto
NIM. 34.2.1.13.016
PERSEMBAHAN
Tugas akhir ini kupersembahkan kepada:
1. Allah SWT
atas segala limpahan
nikmat, rahmat, dan
hidayah–Nya kepadaku hingga bisa membuatku bertahan sampai saat ini.
2. Kedua Orang Tuaku, adik ku yang dengan sepenuh
jiwa dan ragamu aku bisa bertahan sampai sekarang.
3. Teman-teman Tarbiyah empat
(T4) yan turut membantu dalam menyelesaikan tugas akhir skripsi ini.
MOTTO
"Tanah yang kerap kali di injak-injak, dicangkul, bahkan dilumuri
kotoran sapi. Tidak membuat tanah semakin hina, namun akan semakin subur dan
menumbuhkan tanaman yang lebih baik serta bermanfaat bagi kehidupan “
(Wasis Budairto)
KATA PENGANTAR
Segala
puji syukur kehadirat Allah Swt, karena atas rahmat dan hidayah –Nya penelitian
ini terselesaikan dengan judul “PERAN
KEBIJAKAN KEPALA MADRASAH DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALISME GURU
DI MI GONDANG WONOPRINGGO.” Shalawat dan salam semoga tetap
tercurah kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad Saw yang telah membimbing
kita dari kegelapan menuju jalan kebaikan, yakni Din al-islam.
Penulis
menyadari bahwa dalam penyusunan tugas akhir skripsi ini tidak akan berhasil
dengan baik tanpa adanya bimbingan dan sumbangan pemikiran dari berbagai pihak.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang tak terhingga kepada:
1.
Bapak Arip Dwi
Iskandar, M.Hum, selaku ketua STAIKAP Pekalongan.
2.
Bapak M.
Nasrullah,M.Pd selaku ketua Prodi Manajemen Pendidikan Islam STAIKAP
Pekalongan.
3.
Ibu Tria
Ratnasari, M.Pd.I selaku dosen pembimbing skripsi
4.
Bapak dan Ibu
Dosen Prodi Manajemen Pendidikan Islam STAIKAP Pekalongan.
5.
Ibu, ayah, adik,
dan seluruh keluarga yang senantiasa memberikan do’a dan dukungan secara moril
dan spirituil.
6.
Kepala MI
Gondang Wonopringgo.
7.
Bapak Ibu guru,
staff TU dan karyawan MI Gondang Wonopringgo.
8.
Teman-teman
Manajemen Pendidikan Islam khususnya kelas Tarbiyah empat (T4) yang telah
memberikan semangat dan dukungan dalam menyelesaikan tugas akhir skripsi ini.
9.
Dan seluruh
pihak yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung yang tidak bisa
disebutkan satu persatu.
Akhirnya
dengan segala karendahan hati penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih
jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran
yang konstruktif demi kesempurnaan penulisan ini. Penulis berharap semoga karya
yang sederhana ini dapat bermanfaat dengan baik bagi semua pihak. Amin ya
Robbal’Alamin...
Pekalongan, 9 Desember2017
Wasis Budiarto
NIM34.2.1.13.016
|
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
ABSTRAK
Wasis
Budiarto. 2017, SKRIPSI. Judul: “ Peran Kebijakan Kepala Madrasah dalam
Meningkatkan Profesion
alisme
Guru di MI Gondang Wonopringgo “
Pembimbing : Arip Dwi Iskandar,M.Hum
Kata
Kunci : Kebijakan, Kapala Sekolah,
Profesionalisme, Guru
|
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kepala
Madrasah memegang suatu peranan yang sangat penting dalam mempengaruhi dan
mengarahkan semua personil Madrasah yang ada, agar dapat berkerjasama dalam
usaha pencapaian tujuan organisasi madrasah. Tidak kalah pentingnya adalah
produktivitas organisasi Madrasah sebagaimana yang tampak dalam bentuk
efektivitas dan efisiensi pengelolaannya serta kualitas dari lulusannya, banyak
ditentukan oleh adanya suatu kedisiplinan kerja yang tinggi dalam “ penampilan
kerja (work performance)” dari para personil Madrasah. Kinerja guru-guru
dalam suatu wujud pelaksanaan tugas mendidik dan mengajar peserta didiknya,
sangat banyak juga ditentukan atau dipengaruhi oleh adanya motivasi kerja
mereka. Perilaku kepemimpinan yang efektif dari Kepala Madrasah sangat
menentukan kinerja dan profesionalitas
guru.
Kepala
Madrasah memiliki peran sebagai pemimpin madrasahnya yang bertanggungjawab
untuk memimpin proses pendidikan. Berkaitan dengan peningkatan mutu Sumber Daya
Manusia (SDM), peningkatan profesionalisme guru, karyawan dan semua yang
berhubungan dengan Madrasah dibawah naungan kepemimpinan Kepala Madrasah.
Paradigma baru
manajemen pendidikan dalam rangka meningkatan mutu pendidikan, perlu didukung
oleh Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas. Pengembangan Sumber Daya
Manusia (SDM) merupakan proses peningkatan kemampuan manusia agar mampu
melakukan pilihan-pilihan. Pengertian ini memusatkan perhatian pada pemerataan dan
peningkatan kemampuan manusia dan pemanfaatan kemampuan itu. Rumusan tersebut
menunjukkan bahwa pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) tidak hanya sekedar
meningkatkan kemampuan, tetapi juga menyangkut pemanfaatan kemampuan tersebut
(Sudarwan Danim : 2002 hal 51)
Kepala
Madrasah adalah seoarang guru yang diangkat untuk menduduki jabatan struktural
di madrasah, ia ditugaskan untuk mengelola Madrasah. Kepala Madrasah yang
berhasil adalah apabila mereka memahami keberadaan Madrasah sebagai organisasi
yang kompleks. Studi keberhasilan Kepala Madrasah menunjukkan bahwa Kepala
Madrasah adalah seorang yang menentukan titik pusat dan irama suatu Madrasah.
Bahkan lebih jauh studi tersebut menyimpulkan bahwa “ keberhasilan madrasah
adalah keberhasilan Kepala Madrasah (Wahyosumijo,2001 : 82)
Peran Kepala
Madrasah sebagai penentu kebijakan madrasah
mencerminkan tanggungjawab Kepala Madrasah untuk berfikir dan mengambil
suatu keputusan yang bermanfaat bagi Madrasah. Sehingga dapat melahirkan
guru-guru yang profesional, dimana akan mengangkat nama baik dan kualitas
pendidikan di Madrasah tersebut.
Budaya top
down untuk hal positif pun tidak ada salahnya. Sebagai contoh, pemerintah
pusat menginginkan adanya pembinaan guru-guru untuk meningkatkan skill
agar lebih profesional dan bermutu. Ditingkat atas tinggal menginformasikan
pada level yang lebih rendah sampai kepada guru. Guru-guru akan senang
mendapat pembinaan dan pelatihan dalam rangka meningkatkan kemampuannya, (San
M. Chan : 20105)
Maka
profesional mengacu pada orang yang telah menyandang suatu profesi atau sebutan
untuk penampilan seseorang dalam mewujudkan untuk profesi sesuai dengan
profesinya. Penyandangan dan penampilan profesional itu telah mendapat
pengakuan, baik secara formal maupun non formal. Kinerja atau
prestasi kerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai
oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab
yang diberikan kepadanya, (Sam M. Chan : 2005)
MI Gondang
adalah sebuah lembaga pendidikan dibawah Kementirian Agama. Merupakan lembaga
pendidikan yang memadukan ilmu agama Islam, ilmu pengetahuan umum, teknologi
dan keterampilan. Madrasah ini didirikan oleh Yayasan Badan Wakaf Masjid
Gondang Desa Gondang Kecamatan
Wonopringgo Kabupaten Pekalongan.
Berdasarkan
observasi yang dilakukan didapatkan informasi bahwa kebijakan Kepala Madrasah
dalam meningkatkan profesionalisme kinerja tenaga pendidik adalah memberikan penghargaan bagi guru yang
berprestasi, dan mewajibkan guru yang belum S-1 (strata 1) harus melanjutkan
studinya, dengan tujuan untuk meningkatkan profesionalitas guru dalam mengajar
dan memenuhi setiap tugas sebagai seorang pendidik. Kepala Madrasah
juga senantiasa mengajak seluruh warganya untuk berkerjasama demi tercapainya
tujuan sekolah tersebut. Usaha Kepala madrasah guna tercapainya tujuan tersebut
adalah salah satunya memperdayakan sumber daya secara optimal guru-gurunya
dengan cara selalu mengikutsertakan dalam pelatihan-pelatihan dan seminar dan
Kelompok Kerja Guru (KKG). (Hasil wawancara dengan Hj. Khariroh,S.Pd.I Kepala
MI Gondang pada 23 September 2017)
Ada beberapa kebijakan
lain yang diambil Kepala Madrasah guna tercapainya guru yang profesional.
Kebijakan yang diambil Kepala Madrasah antara lain :
1.
Memberi teguran dan hukuman bagi guru yang termbat berangkat kesekolah,
dengan menyanyikan lagu Indoneseia Raya;
2.
Mengadakan pembinaan kepada guru, setiap 1 bulan sekali;
3.
Mengadakan rapat koordinasi setiap hari dengan pihak Yayasan. Dengan tujuan
mengevaluasi kegiatan belajar mengajar dan cara guru mengajar;
4.
Menyediakan sarana dan prasarana untuk menunjang kegiatan belajar mengajar.
Seperti LCD, spiker dan alat peraga;
5.
Mengikut sertakan guru kedalam kegiatan kelompok kerja guru (KKG) MI
Kecamatan karangannyar.
MI Gondang
sebagai salah satu sekolah Islam suwasta di Kecamatan Wonopringgo yang sudah
mejadi rujukan sekolah MI di Wonopringgo karena kedisiplinan dan prestasi guru
yang sering didelegasikan di tingkat provinsi. Dan juga meraih penghargaan
sebagai guru terinovasi peringkat 3
tingkat Kabupaten Pekalongan. Hal itu tidak lain karena peranan Kepala Madrasah
yang mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang strategis.
Untuk
itu peneliti mengambil judul PERAN KEBIJAKAN KEPALA MADRASAH DALAM MENINGKATKAN
PROFESIONALISME GURU DI MI GONDANG. Selanjutnya peneliti ingin mengetahui
seberapa besar Peran kebijakan Kepala Madrasah dalam meningkatkan Profesionalisme Guru di MI Gondang.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang
di atas, maka rumusan
masalah pada penelitian ini meliputi :
1.2.1
Bagaimana Kebijakan Kepala Madrasah di MI Gondang
Wonopringgo Pekalongan ?
1.2.2
Bagaimana Profesionalisme Guru di MI Gondang
Wonopringgo . Pekalongan ?
1.2.3
Bagaimana Peran Kebijakan Kepala Madrasah dalam Meningkatkan
Profesionalisme Guru di Mi Gondang
Wonopringgo Pekalongan ?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan yang menjadi fokus
orientasi dari penelitian ini adalah mendapatkan gambaran yang relative
lengkap tentang :
1.3.1
Kebijakan yang diterapkan Kepala Madrasah dalam
meningkatkan profesionalisme kinerja tenaga pendidik.
1.3.2
Mendapatkan gambaran yang relatif lengkap tentang
apa saja bentuk dari profesionalisme kinerja tenaga pendidik.
1.3.3
Mendapatkan gambaran yang lebih lengkap tentang
seberapa efektifnya profesionalisme kinerja tenaga pendidik di Madrasah
Ibtidaiyah Gondang Kecamatan Wonopringgo Kabupaten Pekalongan.
1.4 Manfaat Penelitian
Setelah mengetahui tujuan penelitian, manfaat yang
diharapkan dapat diambil dari penelitian ini adalah :
1.4.1 Manfaat teoritis
Manfaat teoritis dari
penelitian ini yaitu untuk mengetahui secara obyektif dan analisis serta
menambah wacana keilmuan dan pengetahuan tentang peran kebijkan Kepala Madrasah
dalam meningkatkan profesionalisme guru.
1.4.2 Manfaat praktis
a. Bagi Madrasah
Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan
manfaat serta menjadi bahan referensi Kepala Madrasah dalam memaksimalkan
meningkatkan profesionalisme tenaga pendidik (guru).
b. Bagi Penulis
Melalui penelitian ini dapat menjadi motivasi untuk
meningkatkan semangat dalam mencari dan mengembangkan keilmuannya.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
1.1
Hasil-hasil Penelitian Terdahulu yang Relevan
Studi tentang peran kebijakan kepala madrasah
dalam meningkatkan profesionalisme guru, di dunia pendidikan telah banyak
penelitian yang dilakukan. Peneliti menyadari apa yang akan diteliti
sesungguhnya sudah ada kemiripan dengan karya orang lain yang telah ditulis
sebelumnya. Kajian pustaka terhadap penelitian terdahulu dimaksudkan sebagai
bahan pertimbangan guna membantu pembahasan penelitian di lapangan nanti. Di
antara yang penelitian tentang peran Kepala Madrasah dalam meningkatkan profesionalisme guru
sebagai berikut:
1)
Milatina, sekripsi yang berjudul “ Peran Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam
Profesionnalisme Guru di Sekolah Dasar Negeri 03 Legokgunung Wonopringgo.
Program sarjana di STAIKAP Pekalongan tahun 2014.
2)
Penelitian yang dilakukan oleh Khoerotunnida tahun 2017 dengan judul
Kebijakan Kepala Madrasah dalam meningkatkan profesionalisme tenaga pendidik di
Madrasah Aliyah Salafiyah karang Tengah Warung Pring Pemalang.
Dari referensi kejian pustaka yang ada. Yang membedakan
adalah pada peran Kepala Madrasah. Dimana yang di teliti oleh sodari Milatina
adalah tentang kepemimpinan Kepala Madrasah, sedangkan yang di teliti oleh
Khorotunnida adalah tentang kebijakan Kepala Madrasah. Dan perbedaan yang
mendasar yang ada pada keduanya adalah tempat penelitian dan jenjang
pendidikan. Namun keduanya ada persamaan, dimana sama-sama meneliti tentang
profesionalitas seorang guru.
1.2
Kajian Teoritis
2.2.1 Kebijakan Kepala Madrasah
2.2.1.1 Pengertian Kebijakan
Kepala Madrasah
Kebijakan
Kepala Madrasah terdiri dari dua kata yakni kebijakan dan madrasah. Sebelum
kita mengetahui makna dari kebijakan Kepala madrasah terlebih dahulu kita harus
mengtahui makna dari kebijakan itu sendiri. Menurut indrafacrudi penulis
kebijaksanaan pendidikan di Indonesia mengatakan bahwa kebijakan adalah wisdom.
Sedangkan
kebijaksanaan adalah policy (Ali Imron, 2018 : 16). Kebijakan adalah
suatu ketentuan dari pimpinan yang berbeda dengan aturan yang ada, yang
dikenakan kepada seseorang karena adanya alasan yang dapat diterima untuk tidak
memberlakukan aturan yang berlaku. Sedangkan kebijaksanaan (policy)
adalah aturan-aturan yang semestinya dan harus diikuti tanpa pandang bulu,
mengikat terhadap siapapun yang dimaksud untuk diikat oleh kebijaksanaan
tersebut. Sedangkan menurut Gamage dan pang menjelaskan kebijakan adalah
terdiri dari pernyataan tentang sasaran satu atau lebih pedoman yang luas untuk
mencapai sasaran tersebut sehingga dapat dicapai yang dilaksanakan bersama dan
memberikan kerangka kerja bagi pelaksana program.
Pendapat
lain yang dikemukaan oleh Klein dan Murphy mengatakan bahwa kebijakan adalah
seperangkat tujuan-tujuan, perinsip-perinsip serta serta peraturan-peraturan
yang membimbing suatu organisasi. Dengan demikian kebijakan mencakup seluruh
petunjuk organisasi.
Kebijakan
adalah suatu kearifan pimpinan kebawahan atau masyarakatnya. Pimpinan yang arif
dapat saja mengecualikan aturan yang baku, kepada seseorang atau kelompok. Jika
seseorang atau kelompok tidak dapat dan tidak mungkin memenuhi aturan yang umum
tadi. Dengan kata lain ia dapat diperkecualikan.
Berdasarkan
penjelasan diatas telah menunjukkan bahwa kebijakan adalah hasil
keputusan-keputusan yang dibuat secara arif dan bijaksana untuk seseorang atau
kelompok orang guna mencapai tujuan yang diinginkan dengan melangkah maju ke masa
depan.
Kepala
Madrasah terdiri dari dua kata yaitu “ kepala dan Madrasah”.kata kepala dapat
diartikan ketua atau pemimpin dalam suatu organisasi atau sebuah lembaga.
Sedangkan madrasah berasal dari bahasa arab dari kata darasa, yadrusu, darsan,
wa darusun wa dirisatun, yang berarti terhapus, hilang bekasnya, menghapus,
menjadikan usang. Melatih, mempelajari, dilihat dari pengertian ini, maka
madrasah berarti tempat untuk mencerdaskan para peserta didik, menghilangkan
ketidak tahuan atau memberantas kebodohan mereka sesuai dengan bakat, minat dan
kemampuannya dan Madrasah di sebut juga dengan sekolahan.
Menurut
Wahjo Sumidjo dikemukakan bahwa “ secara sederhana Kepala Madrasah dapat
didefinisikan sebagai seorang tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk
memimpin suatu Madrasah dimana diselenggarakan proses belajar, mengajar atau
tempat dimana terjadi interaksi antara guru yang memberi pelajaran dan murid
yang menerima pelajaran.
Kepala
Madrasah bertugas melaksnakan fungsi kepemimpinan, baik fungsi yang berhubungan
dengan pancapaian tujuan pendidikan maupun penciptaan iklim sekolah yang
kondusif bagi belajar mengajar secara
efektif dan efesien. Kepala Madrasah yang berhasil adalah apabila memahami
keberadaan madrasah sebagai orgaisasi yang kompleks dan unik, dan mampu
melaksanakan peran Kepala Madrasah sebagai seorang yang diberi tanggung jawab
untuk memimpin madrasah.
Dapat
diambil kesimpulan bahwa pengertian Kepala Madrasah adalah seorang yang
ditugasi pihak ketiga, untuk memimpin suatu lembaga pendidikan madrasah.
Didalam menjalankan tugasnya Kepala Madrasah bertanggung jawab terhadap
kualitas sumber daya manusia yang ada. Hal ini bertujuan agar mampu
melaksanakan tugas-tugas yang lelah diberikan kepada mereka. Ini dilakukan
dengan menggerakkan bawahan kearah tercapainya tujuan pendidikan yang ditetapkan.
Kebijakan
Kepala Madrasah adalah hasil keputusan yang dibuat secara arif dan bijaksana
oleh Kepala Madrasah untuk seseorang atau kelompok orang guna untuk mencapai
tujuan yang diinginkan dengan melangkah lebih maju kedepan.
Keberadaan
Madrasah adalah sebagai lembaga formal dalam menyelenggarakan kebijakan
pendidikan nasional atau Kementrian Agama Kabupaten/Kota dan kewenangan Kepala
Madrasah. Seorang Kepala Madrasah bertanggung jawab dalam melaksanakan
kebijakan pendidkan nasional atau Kementrian Agama yang telah ditetapkan oleh
pemerintah. Kepala Madrasah bertanggunjawab penuh akan madrasah tersebut.
Sehubungan
dengan hal itu seorang Kepala Madrasah merupakan kunci keberhasilan suatu
lembaga. Karena Kepala Madrasah adalah seorang pemimpin dilembaganya dan ia
yang membawa lembaganya kearah tujuan yang ingin dicpai oleh lembaga tersebut.
Kepala Madrasah dikatakan berhasil apabila mereka memahami keberadaan madrasah
sebagai organisasi yang kompleks dan unik, serta mampu melaksanakan peranan Kepala
Madrasah sebagai orang yang diberi tanggungjawab untuk memimpin sekolah. Keberhasilan
madrasah merupakan salah satu usaha dari Kepala Madrasah. Dimana Kepala
Madrasah tersebut menjalankan tugas dan tanggungjawabnya.
Sehingga
dapat diambil kesimpilan bahwa kebijakan kepala madrasah adalah pilihan atau
keputusan yang diambil oleh Kepala Madrasah guna mencapai tujuan madrasah, baik
dalam jangka pendek maupun panjang.
Seperti
contoh beberapa kebijakan yang diambil oleh Kepala Sekolah di MI Gondang,
antara lain :
1. Memberikan fasilitas pembelajaran yang memadai bagi guru
saat mengajar. Dari mulai LCD, sound dan beberapa perlengkapan lain yang
diperuntukan untuk maksimalnya guru dalam melaksanakan tugas-tugasnya.
Beberapa
kebijakan diatas termasuk produk kebijakan yang diambil Kepala Sekolah. Dimana
kebijkan yang diambil semata-mata untuk menjadikan madrasah yang maju dan
berkualitas serta menjandikan guru yang lebih profesional.
2.2.1.2 Fungsi Pemimpin Pendidikan
Fungsi
utama pemimpin pendidikan adalah kelompok untuk belajar memutuskan dan
berkerja, antara lain :
1. Pemimpin
membantu terciptanya suasana persaudaraan, kerjasama, dengan penuh rasa
kebebasan;
2. Pemimpin
membantu kelompok untuk mengorganisir diri yaitu ikut serta dalam memberikan
rangsangan dan bantuan kepada kelompok dalam menetapkan dan menjelasakan
tujuan;
3. Pemimpin
membantu kelompok dalam menetapkan prosedur kerja yaitu membantu kelompok dalam
menganalisis situasi untuk kemudian menetapkan prosedur mana yang paling
praktis dan efektif;
4. Pemimpin
bertanggungjawab dalam mengambil keputusan bersama dengan kelompok. Pemimpin
memberi kesempatan kepada kelompok untuk belajar dari pengalaman. Pemimpin
mempunyai tanggungjawab untuk melatih kelompok menyadari proses dan isi
pekerjaan yang dilakukan dan berani menilai hasilnya secara jujur dan objektif
(Suhardan, 2010 : 126)
2.2.1.3 Tipe – tipe Kepemimpinan Pendidikan
Berdasarkan konsep,
sifat, sikap dan cara-cara pemimpin tersebut melakukan dan mengembangkan kegiatan
kepemimpinan dalam lingkungan kerja yang dipimpinnya, maka kepemimpinan
pendidikan dapat di klasifikasikan kedalam empat tipe, yaitu :
1. Tipe
Laisses-faire
Dalam tipe kepemimpinan ini
sebenarnya pemimpin tidak memberikan kepemimpinannya, dia memberikan bawahannya
berbuat sekehendaknya. Pemimpin sama sekali tidak memberikan kontrol dan
koreksi terhadap pekerjaan bawahannya. Pembagian tugas dan kerja sama
diserahkan sepenuhnya kepada bawahannya tanpa petunjuk atau saran-saran dari
pemimpin. Tingkat keberhasilan organisasi atau lembaga semata-mata disebabkan
karena kesadaran dan dedikasi beberapa anggota kelompok, dan bukan karena
pengaruh dari pemimpin. Struktur organisasinya tidak jelas dan kabur, segala
kegiatan dilaukan tanpa rencana dan tanpa pengawasan dari pemimpin.
2. Tipe
Demokratis
Pemimpin yang bertipe demokratis
menafsirkan kepemimpinannya bukan sebagai diktator, melainkan sebagai pemimpin
ditengah-tengah anggota kelompoknya. Pemimpin yang demokratis selalu berusaha
mestimulasi anggota-anggotanya agar berkerja secara produktif untuk mencapai
tujuan bersama. Dalam tindakan dan usaha-usahanya ia selalu berpangkal pada
kepentingan dan kebutuhan kelompoknya dan mempertimbangkan kesanggupan serta
kemampuan kelompoknya.
3. Tipe
Pseudo-demokratis
Tipe ini disebut juga demokratis
semu atau manipulasi diplomatik. Pemimpin yang bertipe pseudo demokratis hanya
tampaknya saja bersikap demokratis padahal sebenarnya dia bersikap otokratis.
Miasalnya jika ia memiliki ide-ide, pikiran, konsep-konsep yang ingin diterapkan
di lembaga yang dipimpinnya, maka hal tersebut, maka hal tersebut didiskusikan
dan dimusyawarahkan dengan bawahannya, tetapi situasi diatur dan diciptakan
sedemikian rupa sehingga pada akhirnya bawahan didesak agar menerima
ide/pikiran/konsep tersebut sebagai keputusan bersama.
4. Tipe
Otoriter
Tipe kepemimpinan otoriter disebut
juga tipe kepemimpinan authoritarian. Dalam kepemimpinan yang otoriter,
pemimpin bertindak sebagai diktator terhadap anggota-anggota kelompoknya.
Dominasi yang berlebihan mudah menghidupkan oposisi atau menimbulkan sifat
apatis, atau sifat-sifat pada anggota-anggota kelompok terhadap pemimpinnya
(Suhardan, 2010 : 127
2.2.1.4 Langkah-Langkah Pengambilan Keputusan Seorang Kepala
Madrasah
Pengambilan keputusan merupakan
kegiatan yang selalu kita jumpai dalam setip kegiatan kepemimpinan. Bahkan juga
dpat juga dikatakan, bagamana cara pengambilan keputusan yang dilakukan oleh
seorang kepala Madrasah. Dengan demikian, pengambilan keputusan merupakan
fungsi kepemimpinan Kepala Madrasah yang turut meenentukan proses dan tingkat
keberhasilan kepemimpinan itu sendiri. Mengingat pentinggya pengambilan
keputusan itu, berikut akan diuraiakn langkah-langkah dan beberapa model
pengambilan keputusan yang menjadi sebuah kebijakan.
1. Mendefinisikan/menetapkan
masalah
Langkah pertama ini apat dilakukan
dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berukut :
a. Apakah
hal itu benar - benar masalah atau hanya gejala ?
b. Jika
benar masalah, masalah siapa itu ?
c. Apa
yang akan terjadi kalau masalah itu tidak dipecahkan ?
d. Situasi
yang bagaimanakah yang perlu diciptakan untuk memecahkan masalah itu ?
e. Apakah
usaha memecahkan masalah itu akan menimbulkan dampak yang tidak diinginkan ?
f. Apakah
masalah itu berdiri sendiri atau ada sangkut pautnya dengan yang lain dalam
organisasi/lembaga?
2. Menentukan
pedoman pemecahan masalah
Kegiatan yang dilakukan dalam
langkah kedua ini ialah menetapkan pembatasan dan syarat-syarat pemecahan
masalah. Beberapa pertanyaan yang perlu dicari jawabannya adalah :
a. Berapa
waktu akan dialokasikan untuk memecahkan masalah tersebut ?
b. Apakah
pemecahan masalah itu dibatasi oleh kebijakan-kebijakan tertentu ?
c. Apa
kriteria pemecahan maslah yang baik ?
d. Apa
tujuan pemecahan masalah tersebut ?
3. Mengidentifikasi
alternatif
Yang dimaksud dalam langkah ini
ialah : pengambil putusan berusaha mengidentifikasi sebanyak-banyaknya cara
pemecahan masalah yang mungkin dapat dilaksanakan. Dalam hal ini perlu diingat
bahwa tidak harus semua alternatif
dicari sampai tuntas karena, bagaimanapun, manusia memiliki
keterbatasan. Karena alternatif pemecahan masalah menyangkut apa yang dapat
dikerjakan pada waktu yang akan datang, tidak mungkin alternatif masa datang
itu dapat dibayangkan sebelumnya. Oleh karena itu, berhentilah kalau sudah
ditemukan alternatif yang yang “ memuaskan” sesuai dengan tujuan, dan bukan “
apa yang paling memberikan keuntungan”.
4. Mengadakan
penilaiaan terhadap alternatif yang telah didapat.
Untuk menilai alternatif-alternatif
pemecahan yang te;lah didapatnya, sangat diperlukan tersedianya cukup
informasi. Berdasarkan informasi-informasi itu kemudia dikaji kebaikan dan
keburukan tiap alternatif, dan diteliti kemungkinan akibatnya jika alternatif
itu dilaksanakan.
Dalam hubungan ini Kohler
mengemukakan adanya tipe-tipe alternatif pengambilan putusan sebagai berikut :
a. Alternatif
yang baik : dapat dilaksanakan dan menghasilkan dampak positif;
b. Alternatif
yang mudah : tidak mempunyai akibat positif atau negatif;
c. Alternatif
campuran : mempunyai kemungkinan menghasilkan dampak positif atau negatif;
d. Alternatif
yang jelek : menyebabkan akibat negatif;
e. Alternatif
yang tidak pasti : mempunyai akibat yang tidak menentu;
5. Memilih
alternatf yang “baik”
Dalam memilih alternatif perlu
dipertimbangkan kriteria yang telah ditetapkan dalam langkah sebelumnya. Perlu
diingatkan di sini bahwa alternatif yang “baik” bukan berarti yang mudah atau
yang dapat “ diterima”, melainkan yang dapat dilaksanakan dan diduga akan
mengahsilkan dampak positif. Sering alternatif yang dapat diterima bukan
me;rupakan alternatif yang baik karena adanya tekanan-tekanan dari luar
organisasi. Oleh karena itu, pengambil putusan harus dapat mengadakan
penyesuaian sehingga kriteria yang “baik” itu tetap dapat diikuti secara
maksimal.
6. Implementasi
alternatif yang dipilih
Setelah alternatif-alternatif yang
telah ditemukan itu dinilai baik buruknya serta kemudian dipilih mana yang
dianggap paling baik untuk dilaksanakan, langkah terakhir tentunya adalah
melaksakan alternatif pemecahan tersebut. Atau, dengan kata laian, melaksanakan
keputusan yang telah diambilnya. Beberapa tindakan yang mungkin dilakukan dalam
me;laksanakan keputusan itu adalah :
a. Memberi
kekuatan legal kepada keputusan tersebut,misalnya dengan membuat surat
keputusan;
b. Mengusahakan
agar keputusan tersebut dapat diterima ole;h orang yang terkena keputusan itu;
c. Melakukan
persuasi dan pengarahan bagaimana menyalurkan hasil keputusan itu (Purwanto,
2010 : 67-68).
2.2.1.5 Model-model pengambilan keputusan seorang Kepala Madrasah
Kohler mengemukakan adanya tiga
model pengambilan keputusan, yaitu :
1. Model
perilaku
Model perilaku atau behavioral
model adalah model pengambilan keputusan yang didasarkan atas pola tingkah laku
orang yang terlibat dalam organisasi atau lembaga itu. Menurut model ini
pengambilan putusan menyangkut antara lain :
a. Tujuan
yang ingin dicapai oleh organisasi/lembaga;
b. Harapan
tentang konsekuansi pengambilan keputusan tersebut, dan
c. Pilihan
alternatife
Dalam setiap pengambilan keputusan
terjadi “koalisi” antara pemegang kekuasaan di dalam organisasi, dan koalisi
ini akan menggunakan tiga hal di atas sebagai pedoman pengambilan keputusan.
Dalam keadaan tidak menentu, kriteria yang paling menonjol dalam pengambilan
keputusan adalah “ tujuan organisasi/lembaga”. Sedangkan dalam pengambilan
keputusan bersama yang menonjol adalah “harapan” ekspektasi. Jika dalam pengambilan
proses keputusan itu tidak dapat ditetapkan dengan pasti kriteria mana di
antara “ tujuan organisasi” dan “,harapan tentang konsekuansi” akan digunakan,
maka “ pilihan alternatif “ memegang peran didalamnya.
2. Model
informasi
Model informasi merupakan model
pengambilan keputusan yang didasarkan atas asumsi sebagai berikut :
a. Informasi
merupakan kondisi oyang harus dipenuhi dalam proses pengambilan keputusan;
b. Informasi
yang berasal dari dalam organisasi yang diberikan oleh seorang yang mempunyai
posisi tinggi dan dikenal, akan lebih dipercaya sebagai bahan pengambilan
keputusan;
c. Informasi
yang diperoleh sehubungan dengan proses pengambilan keputusan selalu diuji
dengan informasi yang sudah ada. Maka informasi yang berasal dari sumber yang
tidak atau kurang dipercaya cenderung tidak dipakai dalam proses pengambilan
keputusan.
3. Model
normatif
Pengambilan keputusan dengan model
normatif dimulai dari pengidentifikasi apa yang dilakukan oleh manajer yang
baik itu mengambil putusan. Pengambilan putusan harus mengikuti proses dengan
menjawab pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut :
a. Apakan
ada syarat kualitas, misalnya suatu putusan harus lebih rasional dari yang
lain;
b. Apakah
pengambil putusan mempunyai cukup informasi ?
c. Apakah
masalah berstruktur ?
d. Apakah
diterimanya putusan oleh bawahan merupakan hal yang sangat penting dalam
pengambilan putusan ?
e. Apakah
diambil keputusan sendiri (oleh pemimpin) dan dia yakin bahwa akan diterima
oleh bawahannya ?
f. Apakah
pemecahan masalah akan akan menimbulkan konflik diantara bawahan ?
g. Apakah
bawahan mempunyai cukup informasi untuk mengambil putusan yang didelegasikan
kepadanya ?
Model-model tersebut memberikan
gambara bagaimana proses pengambilan putusan itu terjadi.
4. Participative
decision making
Berlainan
dengan model-model yang telah dibicarakan
diatas, model ini mengemukakan bagaimana proses pengambilan keputusan dengan
mengikutsertakan bawahan. Participative decision making atau shared decision
making adalah cara pengmbilan putusan dengan mngikutsertakan bawahan. Hasil-hasil
penelitian menunjukkan bahwa pengambilan putusan yang partisipatif dapat
meningkatkan dapat meningkatkan keefektifan organisasi atau lembaga. Owens
(1970) membuat generalisasi dari hasil penelitian tentang participative
decision making disekolah sebagai berikut :
a. Partisipasi
yang efektif dari guru-guru dalam proses pengambilan keputusan dapat lebih
mengefektifkan pencapaian tujuan sekolah atau madrasah.
b. Guru-guru
tidak ingin dilibatkan dalam setiap proses pengambilan putusan. Disamping itu
juga tidak diharapkan demikian.
c. Tugas
yang penting dari seorang administrator (kepala madrasah) adalah menentukan
kapan guru-guru itu dilibatkan kedalam proses pengambilan putusan dan kapan
tidak perlu dilibatkan;
d. Peranan
guru dalam proses pengambilan putusan dapat bermacam-macam, tergantung
karakteristik masalah;
e. Saat
guru dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan tergantung pada masalah yang
dipecahkan.
Ada beberapa syarat untuk
menentukan perlu-tidaknya bawahan diikutsertakan atau berpartisipasi dalam
proses pengambilan keputusan, yaitu :
a. Relevansi
: apakah ada relevansi antara masalah yang dipecahkan dengan kepentingan
bawahan;
b. Keahlian
: apakah bawahan cukup mempunyai pengetahuan tentang masalah yang akan
dipecahkan;
c. Jurisdiksi
: apakah anggota atau bawahan mempunyai hak secara legal untuk ikut serta
mengambil bagian dalam proses pengambilan keputusan;
d. Kesediaan
: apakah bawahan mempunyai kemauan dan bersedia untuk ikut serta dalam
pengambilan keputusan.
Dalam pengambilan putusan
partisipasi juga di bagi beberapa jenis antara lain :
a. Sentralisasi
demogratis, yaitu prosedur pengambilan keputusan dengan cara pemimpin
mengemukakan masalah dan bawahan diminta untuk memberikan saran-saran. Ktetapi,
pengambilan keputusan tetap dilakukan oleh pemimpin itu sendiri;
b. Parlementer,
yaitu kekuasaan mengambil keputusan diberikan kepada bawahan. Jika konsenseus
tidak dapat dicapai, pengambilan putusan oleh bawahan dilakukan dengan sistem
pemilihan;
c. Penentuan
oleh peserta, yaitu pengambilan putusan yang dalam pelaksanaannya mengutamakan
konsensus. Prosedur ini dipakai jika masalah yang diputuskan sangat penting
artinya bagi bawahan, dan diperkirakan sebelumnya bahwa konsensus akan tercapai
(Purwanto, 2010 : 69-71)
2.2.1.6 Kepala Sekolah dalam Penentuan Kebijakan yang Efektif
Kebijakan
pendidikan dapat dikelompokkan menjadi 4 yaitu : yang pertama, kebijakan
yang berkenaan dengan fungsi esensial seperti kurikulum, penetapan
tujuan, rekuitmen, penerimaan peserta didik. Yang kedua, kebijakan
mengenai lembaga individual dan keseluruhan sistem kependidikan. Yang ketiga,
kebijakan yang berkaitan dengan penerimaan dan penarikan tenaga kerja, promosi,
pengawasan, dan penggantian keseluruhan staf. Yang keempat, kebijakan yang
berkaitan dengan pengalokasian sumber daya non manusia seperti sumber finansial,
gedung dan perlengkapan (Syaiful Sagala,2009 :121).
Kepala Madrasah harus mengetahui masalah apa
yang terdapat dimadrasah tersebut agar dapat ditemukan solusi yang efektif dan
efisien dalam penyelesaian masalah tersebut. Sebelum lebih jauh menjelaskan tentang
kepemimpinan Kepala Madrasah yang efektif dalam penentuan kebijakan, maka kita
harus mengetahui beberapa pihak yang dapat mengambil keputusan yaitu :
a. Kebijakan mengenai standar kurikulum menjadi kewenangan
kementrian pendidikan dan kebudayaan.
b. Kebijakan mengenai alokasi anggaran menjadi tanggungjawab
pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota yang didalamnya termasuk
legislatif, dan
c.
Kebijakan pembelajaran ada pada madrasah yang dikendalikan oleh kepala
Madrasah. Kebijakan pembelajaran ini seperti : mengelaborasi kurikulum menjadi
bahan ajar pada setiap mata pelajaran, menyediakan kelengkapan pengajaran,
menyiapkan ruang kelas yang lanyak dan nyaman di pakai, melakukan supervisi
kepada guru dan membina pertumbuhan jabatan melalui pelatihan yang sesuai
dengan kebutuhan.
Oleh
karena itu, madrasah memerlukan seorang pemimpin yang efektif dalam penentuan kebijakan dalam
pendidikan. Kepemimpinan yang efektif adalah kepemimpinan yang mampu
menumbuhkan dan mengembangkan usaha kerjasama serta memelihara iklim yang
kondusif dalam kehidupan organisasi (Fakultas Tarbiyah UIN Malang, 2007 : 67).
Setiap
orang sebagai anggota suatu kelompok dapat memberikan subangannya untuk
kesuksesan kelompoknya. Kepala Madrasah yang efektif mampu merumuskan program
dan melaksanakan kegiatan yang mengutamakan partisipasi seluruh anggotanya.
Seorang Kepala Madrasah harus mampu memotivasi, mendorong, menggalang,
mngarahkan, membimbing, mensupervisi seluruh pendidik dan tenaga kependidikan
sehingga dapat melaksanakan kebijakan dengan benar. Seorang pemimpin harus
arif/bijaksana dalam mengambil kebijakan dan keputusan dalam tugas
administratif serta dapat bertanggung jawab apabila tujuan belum tercapai.
Tugas
utama Kepala Madrasah adalah pengambilan keputusan. Yang dilakukan secara
rasional (efektife dan efisien) oleh Kepala Madrasah. Dan pertimbangan
keputusan tersebut harus dilihat dari : tujuan organisasi, sumber daya yang
ada, informasi yang lengkap, tentang fungsi sistem kerja, pengalokasian sumber
dana didasarkan pada prioritas dan harus memahami pengelolaan dana (Syaiful
sagala,2009).
Seorang
pemimpin dalam mengambil keputusan tentu akan mengalami proses berfikir. Sebab
tanpa berfikir tentu seorang pemimpin akan mengambil keputusan yang tidak tepat
karena memiliki pandangan yang sempit terhadap masalah.
Menurut
Cooper dan Schindler yang dikutip oleh Dermawan bahwa berfikir induktif dan
deduktif sering dikaitkan dengan pola pikir ilmiah. Ciri pemikiran dengan
ilmiah antara lain ( Dermawan, 2004 : 47) :
a. Adanya observasi langsung dan terarah atas fenomena dan
masalah.
b. Secara jelas dapat mendefinisikan variabel, metode, dan
prosedur yang dipakai untuk mendapatkan data empiris.
c. Pengajuan hipotesis yang dapat diuji dan diukur.
d. Adanya mekanisme untuk mengajukan hepotesa yang lebih baik.
e. Menggunakan alat ukur dan alat uji hepotesa seperti
statistik.
f. Proses pembenaran.
Dalam
memecahkan masalah seorang pengambil keputusan value perlu memperhatikan
faktor seperti kehidupan sosial, organisasi dan individu, information
(terdiri dari jumlah data, bentuk data dapat dibantu oleh komputer dan alur
informasi yag dapat diperoleh serta mempertimbangkan waktu) perceptual
screen (terdiri kreativitas, IQ, situasional, kebutuhan dan pengalaman
sebelumnya), weighing alternatives (mempertimbangkan kebutuhan, isu,
kesempatan, seberapa sering terjadi, kemungkinan untuk mengukurnya), making
a choise
2.2.2 Profesionalisme
Guru
2.2.2.1 Pengertian Profesionalisme
Guru
Dalam
undang-undang tentang guru dan dosen pasal 1 ayat satu meyatakan bahwa guru
adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan
usia dini jalur pendidikan formal, pendidik dasar dan pendidikan menengah (UU
RI : 3)
Sedangkan
profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan
menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau
kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan
pendidikan profesi (UU RI : 3)
Guru
adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas pendidikan. Betapapun
bagusnya sebuah kurikulum, hasilnya sangat bergantung pada apa yang dilakukan
guru di luar maupun di dalam kelas. Berangkat dari permasalahan tersebut maka
profesionalisme keguruan dalam mengajar sangat diperlukan.
Professionalisme
berasal dari kata profession yang mengandung arti sama dengan occupation
atau pekerjaan yang memerlukan keahlian yang diperoleh melalui pendidikan
atau latihan khusus. Dengan kata lain, profesi dapat diartikan sebagai suatu bidang
keahlian yang khusus menganai lapangan kerja tertentu yang membutuhkannya(W.J.S
Ppoerwadaminta : 2003)
Moh.
Uzer Usman, mengungkapkan syarat khusus profesi yaitu :
a. Menuntut
adanya keterampilan yang yang berdasarkan konsep dan teori ilmu pengetahuan yang
mendalam.
b. Menekankan
pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan profesinya.
c. Menuntut
adanya tingkat keguruan yang memadai.
d. Adanya
kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dari pekerjaan yang dilaksanakannya.
e. Memungkinkan
perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupan (Moh. Uzer Usman : 2002 : 15)
Guru
sebagai pendidik profesional mempunyai citra yang baik dimasyarakat apabila
dapat menunjukkan kepada masyarakat bahwa ia layak menjadi panutan atau teladan
bagi masyarakat yang di sekelilingnya. Masyarakat terutama akan melihat
bagaimana sikap dan perbuatan guru itu sehari-hari, apakah ada yang patut
diteladani atau tidak. Bagaimana guru meningkatkan pelayanannya, meningkatkan
pengetahuannya, memberi arahan dan dorongan kepada anak didiknya, dan bagaimana
cara guru berpakaian dan berbicara serta cara bergaul baik dengan siswa,
teman-temannya serta anggota masyarakat, sering terjadi perhatian masyarakat
luas.
Adapun
perilaku guru yang berhubungan dengan profesinya secara garis besar meliputi
sikap profesional keguruan terhadap peraturan perundang-undangan, organisasi
profesi, teman sejawat, anak didik, tempat kerja, pemimpin dan pekerjaan (Soetjipto
dan Raflis Kosasi : 2004)
Profesi
kependidikan, khususnya profesi keguruan mempunyai tugas utama melayani
masyarakat dalam dunia pendidikan. Sejalan dengan alasan tersebut, jelas
kiranya bahwa profesionalisme keguruan mengandung arti peningkatan segala daya
dan usaha dalam rangka pencapaian secara optimal layanan yang akan diberikan
kepada masyarakat.
Untuk
meningkatkan kompetensi guru, perlu dilakukan suatu sistem pengujian terhadap
kompetensi guru. Sejalan dengan kebijakan otonomi daerah, beberapa daerah telah
melakukan uji kompetensi guru, mereka melakukannya terutama untuk mengetahui
kemampuan guru di daerahnya, untuk kenaikan pangkat dan jabatan, serta untuk
mengangkat Kepala Madrasah dan Wakil Kepala Madrasah (E. Mulyasa : 2015 :187)
Kompetensi
keguruan meliputi kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi
profesional. Dalam banyak analisis tentang kompetensi keguruan, aspek
kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial umumnya disatukan. Hal ini wajar
karena sosialitas manusia dapat dipandang sebagai pengejawantahan pribadinya.
Satu dari tiga kompetensi yang disebutkan ini akhirnya dirinci lebih kecil
karena dipandang penting dan bukan hanya dipahami saja tetapi juga harus diraih
oleh guru yaitu kompetensi profesional. Dalam kompetensi profesional seorang
guru dituntut mempunyai kemampuan dasar keguruan sebagai berikut :
a. Menguasai
bahan yang akan diajarkan;
b. Mampu
mengelola program belajar mengajar;
c. Mampu
mengelola kelas dengan baik;
d. Mampu
menggunakan media dan sumber pengajaran;
e. Menguasai
landasan kependidikan;
f. Mampu
mengelola interaksi belajar mengajar;
g. Mampu
menilai prestasi belajar siswa untuk kepentingan pengajaran;
h. Mengenal
fungsi serta program pelayanan bimbingan dan penyuluhan;
i.
Mengenal dan
mampu ikut menyelenggarakan sdminitrasi madrasah.
j.
Memahami
prinsip-prinsip penelitian pendidikan dan mampu menafsirkan hasil-hasil
penelitian pendidikan untuk kepentingan pengajaran (Suharsimi Arikunto : 1990).
1.
tujuan (Sagala, 2011: 140–141).
1.3
Kerangka Berpikir
Berdasarkan
Judul penelitian “ Peran Kebijakan Kepala Madrasah dalam Meningkatkan
Profesionalisme Guru di MI Gondang Wonopringgo “ dengan analisis teori bahwa Kebijakan
Kealan Sekolah sangatlah berperan dalam meningkatkan Profesionalisme Guru.
Kebijakan Kepala Madrasah merupakan salah satu acuan daalam pelaksanaan
kegiatan di Madrasah.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi
Penelitian
MI Gondang Wonopringgo Kabupaten
Pekalongan
3.2 Jenis Dan
Pendekatan Penelitian
Dalam
penelitian ini, peneliti menggunakan jenis penelitian lapangan (field
research). Penelitian lapangan (field
research) dapat juga dianggap sebagai pendekatan yang luas dalam penelitian
kualitatif atau sebagai metode untuk mengumpulkan data kualitatif. (Moleong, 2014: 26). Pendekatan penelitian
yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan kualitatif deskriptif,
yaitu data yang dikumpulkan berupa data-data, gambar dan kata-kata pernyataan.
Menurut
Bagda dan Taylor, sebagaimana yang dikutip oleh Lexy J. Moleong, penelitian
kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa
kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. (Moleong, 2014: 4).
Semetara itu penelitian deskriptif adalah penelitian yang
ditunjukkan untuk mendeskrisikan fenomena-fenomena yang ada baik fenomena
alamiah mapun rekayasa manusia. Adapun tujuan dari penelitian deskriptif ini
digunakan untuk mengetahui peran kebijakan Kepala Madrasah dalam meningkatkan
profesionalisme guru di MI Gondang Wonopringgo.
3.3 Subjek dan
Objek Penelitian
Subjek
penelitian dalam hal ini adalah Kepala Madrasah Wonopringgo, Wakil Kepala
Madrasah dan dewan guru yang berperan penting sebagai pelaksana kebijakan
Kepala Madrasah.
3.4 Sumber Data
Sumber
data yang digunakan dalam penelitian adalah sumber data primer dan skunder.
- Sumber
data primer
Data
primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data.
(Sugiyono, 2008: 225). Sumber data primer dalam penelitian ini diperoleh dari
wawancara dengan Kepala Madrasah MI Gondang Wonopringgo, dewan guru dan hasil
observasi di lingkungan MI Gondang Wonopringgo. Dengan kata lain data ini
merupakan asli atau murni yang diperoleh dari hasil penelitian di lapangan.
- Sumber
data skunder
Data
skunder adalah data yang tidak secara langsung dikumpulkan oleh orang yang
berkepentingan dengan data tersebut. Data yang diperoleh dari laporan suatu
perusahaan, atau dari suatu lembaga untuk kperluan skripsi adalah merupakan
contoh data skunder. (Ahmad Tanzeh, 2009:54)
Sumber
data skunder dalam penelitian ini adalah buku-buku, dokumen, foto, artikel dari
internet, dan sumber lain yang mendukung dan melengkapi penelitian yang
dilakukan.
3. 5 Teknik
Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah proses pencatatan terhadap
gejala-gejala, peristiwa-peristiwa atau hal-hal yang terkait dengan penelitian
sebagian maupun seluruhnya yang akan menunjang jalanya proses penelitian
tersebut. (Wartoni, 2015:18)
Menurut Sugiyono (2008: 224) teknik pengumpulan data
merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama
dari penelitian adalah mendapatkan data. Dengan teknik pengumpulan data ini,
penulis dapat memperoleh data yang memenuhi standar data yaang ditetapkan.
Adapun beberapa teknik pengumpulan data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
- Metode
Observasi
Menurut
Sutrisno Hadi (1986) observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu
proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis. Dua
diantaranya yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan.
(Sugiyono, 2008:145). Sedangkn Menurut Arikunto sebagaimana yang dikutip Ahmad
Tanzeh (2009: 58) Observasi adalah kegiatan pemuatan perhatian terhadap sesuatu
objek dengan menggunakan seluruh alat indera.
Metode ini digunakan untuk mengamati
rapat dan pengambilan kebijakan Kepala Madrasah di MI Gondang Wonopringgo yang
meliputi perencanaan, pelaksanaan, penilaian/evaluasi efektifitas kebijakan
yang di telah diterapkan.
Fungsi metode observasi ini adalah
untuk mengamati keunggulan-keunggulan dari MI Gondang Wonopringgo
Kabupaten Pekalongan dengan melihat
profil Madrasah dan kegiatan yang telah dilaksanakannya, yang dapat berguna
dalam mengetahui proses pengambilan kebijakan Kepala Madrasah yang efektif dan
efisien di Gondang Wonopringgo
Pekalongan. Dalam melakukan penelitian ini dilakukan secara berkala melalui
observasi ± 3 bulan. Untuk mendapatkan data yang benar-benar valid dan
akuntabel.
- Metode
Dokumentasi
Metode dokumentasi merupakan
salah satu teknik pengumpulan data secara tidak langsung yang ditunjukan kepada
responden melainkan melalui dokumen-dokumen yang sudah ada.
Keterangan-keterangan yang ada dalam dokumen dijadikan sebgai informasi yang
akan diperlukan dalam penelitian (Wartoni, 2015:26). Menurut Sugiyono
(2011: 329) dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa
berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang.
Metode ini digunakan untuk
mengumpulkan data tentang gambaran umum, meliputi sejarah berdirinya MI
Gondang, struktur organisasi sekolah, keadaan sarana prasarana dan fasilitas,
jumlah guru, pelaksanaan pengambilan kebijakan Kepala Madrasah.
- Metode
Wawancara
Menurut Wartoni
(2015: 21) wawancara atau yang dikenal dengan interviu adalah metode tanya
jawab antara orang satu dengan orang lain (responden) untuk dimintai
keterangannya atau pendapatnya untuk mendapatkan informasi tentang suatu hal.
Penulis menggunakan metode ini dengan cara melakukan interview langsung dengan
kepala sekolah MI Gondang Wonopringgo, dewan guru, wakil, MI Gondang
Wonopringgo Kab. Pekalongan. Dimana dalam peneliti melakukan wawancara langsung
kepada responden untuk mendapatkan data yang diperlukan antara lain:
a.
Wawancara kepada kepala sekolah MI Gondang Wonopringgo untuk mendapatkan data
tentang profil sekolah, proses pengambilan kebjakan Kepala Madrasah.
b.
Wawancara kepada dewan guru MI Gondang
Wonopringgo untuk mendatakkan data tentang kebijakan yang di lakukan oleh
Kepala Madrasah MI Gondang.
c.
Wawancara kepada Kepala Madrasah MI
Gondang Wonopringgo untuk mendapatkan penjelasan tentang proses pepenet data
tentang pelaksanaan program pembelajaran yang sapan kebijakan.
Wawancara
ini dilakukan sesuai dengan pedoman wawancara. Metode ini juga digunakan untuk
memperoleh data tentang peran kebijakan kepala madrasah dalam profesionalisme
guru di MI Gondang Wonopringgo.
BAB IV
PROFIL MADRASAH DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
4.1 Prifil Madrasah Ibtidaiyah
Gondang Wonopringgo
Pada BAB IV
menceritakan paparan data berupa sejarah singkat dari MI Gondang Wonopringgo. Paparan data ini
berfungsi untuk memberikan keterangan bagaimana nantinya peneliti menganalisis Peran
Kepala Madrasah dalam Meningkatkan Profesionalisme Guru di MI Gondang
Wonopringgo. Dari hasil observasi, dokumentasi dan wawancara dengan Kepala Madrasah
MI Gondang Wonopringgo yang dilakukan peneliti dapat dijabarkan sebagai
berikut:
4.1.1
Latar Belakang Instansi
Nama Madrasah : MI Gondang
NIS : 110250
NMS : 152032612025
Alamat : Komplek Pendidikan
Islam Gondang
Wonopringgo
Desa : Gondang
Kecamatan : Wonopringgo
Kabupaten : Pekalongan
Telefon : (0285) 785941
Status
Sekolah : Swasta
Tahun
Berdiri : 6 Januari 1969
Tanggal
dan No SK : 1 Februari 1969
No.002/PG/I/1991
Jenjang
Akreditasi : A
Waktu
Belajar : Pagi (Jam 07.00
– 13.00)
Status
Tanah : Milik sendiri
Surat
Kepemilikan : sertifikat
Luas
Tanah : 1270 M2
Kepala
Sekolah
Nama : Khariroh,
S.Pd.I
NIP : 150245669
Alamat
: Gondang Wonopringgo Pekalongan
4.1.2
Sejarah Berdirinya MI Gondang
Wonopringgo
Penduduk
wilayah Wonopringgo Kabupaten Pekalongan adalah masyarakat yang mayoritas
beragama islam yang taat. Lingkungan keberagaman itu dibuktikan dengan
pendidikan kepada anak-anak mereka
dengan pendidikan agama Islam atau di Madrasah.
Adapun
penduduk wilayah kecamatan Wonopringgo juga ada beberapa Organisasi masyarakat
yang berkembang antara lain Jam’iyyah Nahdlatul Ulama yang berhaluan Ahlus
Sunah Wal Jama’ah yang banyak mendirikan lembaga
pendidikan yang bernafaskan islam.
Diantaranya
Madrasah Ibtidaiyah (MI) Gondang merupakan pendidikn formal setingkat SD yang
terletak di desa Gondang Kecamatan Wonopringgo Kabupaten Pekalongan, yang di
kelola oleh Yayasan Badan Waqaf Masjid dan Madrasah Gondang (YBWMM).
MI
Gondang berdiri pada tanggal 6 Januari 1969 dengan penggagas H. Tamin
Basyuni,H. A. Najib,BA, H. Syirozi Zuhdi, H. Muhammad Zuhdi dan tokoh lainnya. Secara
operasional MI Gondang mengadakan kegiatan belajar mengajar dimuali pada
tanggal 2 Januari 1969 dengan jumlah siswa 15 anak dan 6 guru serta 1 tenaga
adminitrasi. Kepemimpinan MI Gondang pertama Ibu Hj. Zumaroh, yang kedua Bapak
Barowi Buzari dan ketiga Bapak M.A.Latief, kemudian keempat Bapak H. Abu Yazid
yang dilanjutkan Bapak Nashichin, karena dimutasi dilanjutkan Bapak. H. Choldun
BZ, sejak tahun 2003 sampai sekarang yang menjabat Kepala Madrasah yaitu Ibu Khariroh.
Keberadaan MI Gondang sejalan dengan adanya masjid yang berada di desa Gondang
di bawah naungan Yayasan Badan Wakaf Masjid dan Madrasah Gondang.
Menyikapi
aturan yang di gariskan oleh pemeritah, Yayasan mendaftarkan legalisasi MI
Gondang di departemen Agama, dengan lahirnya piagam pengesahan perguruan Agama
Perwakilan Agama Departemen Agama Islam Provinsi Jawa Tengah dengan nomor Induk
02345 tanggal 1 Januari 1975.
Sejalan
dengan berbagai kemajuan yang ada baik fisik maupun non fisik MI Gondang mendapatkan
status DIAKUI pada tanggal 1 Juli 1993 dengan nomor MK. 14/ 5.b / PP.01.1 /
1993 oleh Kakandepag Kabupaten Pekalongan. Kemudian status DISAMAKAN di dapat
pada tanggal 28 Desember 1998 dengan nomor MK. 14/ 5.b / PP.01.1 / 3027 / 1998
oleh kakandepag Kabupaten Pekalongan, dan pada tanggal 22 November 2006 dengan
peringkat A dari Kanwil Depag Propinsi
Jawa Tengah dengan nomor KW.11.4/4/PP.01.2/623.26.01/2016. (wawancara dengan
Hj. Khariroh, S.Pd.I selaku Kepala MI Gondang Pada 12 Desember 2017)
4.1.3
Visi, Misi dan Tujuan MI Gondang
Wonopringgo
4.1.3.1 Visi
Terwujudnya
anak didik yang berkualitas dan berakhlakul
karimah (wawancara dengan Hj. Khariroh, S.Pd.I selaku Kepala Madrasah di
MI Gondang pada 12 Desember 2017)
4.1.3.2
Misi
Menyelenggarakan
pendidikan dan pembelajaran yang berkualitas,
Mengamalkan dan menghayati ajaran islam sehingga menjadi manusia yang
berilmu, bertaqwa dan berakhlaqul karimah.
4.1.3.3
Tujuan
1. Memberi bekal kemampuan dasar “ baca, tulis, hitung” dan pengetahuan umum
serta agama.
2. Berbudi pekerti luhur berakhlaqul karimah.
3. Mempersiapkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, baik MTS maupun SMP.
4. Memenuhi dan melengkapi kebutuhan sara dan prasarana menuju kualitas
pendidikan.
4.1.3.4 Struktur
Organisasi MI Gondang Wonopringgo
Sesuai dengan peraturan
yang berlaku pada suatu lembaga pendidikan formal, MI Gondang mempunyai struktur organisasi yang telah
disepakati bersama antara kepala sekolah, pengurus yayasan, komite, dewan guru
dan masyarakat.
Adapun
struktur organisasi MI Gondang dapat di lihat pada bagan di bawah ini :
Bagan
1. Struktur MI Gondang Wonopringg
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Berdasarkan
struktur organisasi MI Gondang, maka dapat di uraikan bahwa tugas kepala
sekolah yaitu bertanggung jawab atas jalannya proses belajar mengajar di
sekolah. Adapun tanggung jawab lainnya sebagai berikut :
1. Menyusun program sekolah
2. Pengaturan KBM
3. Menyusun RAPPBS
4. Pendayagunakan perpustakaan
5. Pembinaan siswa
6. Pelaksanaan BP
7. Penyelenggaraan sarana dan prasarana
8. Melaksanakan humas
9. Pelaporan pelaksanaan pendidikan
Dalam
melaksanakan tugasnya kepala sekolah di bantu oleh TU dalam melaksanakan
adminitrasi sekolah. Dewan guru disamping menjadi wali kelas juga ada pembagian
tugas lain sehubungan dengan kegiatan Intra dan Ekstra sekolah.
1. Kepla sekolah : Khariroh, S.Pd.I
2. TU/Bendahara : Nur Wahidah
3. Kord. Kurikulum : Siti Dalilah, A.Ma
4. Bp :
Faizah,S.Ag
5. Pramuka :
Nur Waqi’ah,S.Pt
6. Perpustakaan : Syafa’atul Kustontiniyah
7. UKS :
Eva Zulfa,A.Ma
8. Drumband :
Eliana Fitroh,A.Ma
9. Komputer :
Izurohman,
S.Pd.I
4.1.4
Keadaan Guru dan Karyawan
SMK
Gondang Wonopringgo Pekalongan yang pada tahun pelajaran 2017/2018 memilik 11guru
dipandang telah cukup untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar secara
efektif dan efisien, sedangkan karyawan TU dan penjaga sekolah berjumlah oran3g. (D.7, 11.12.2017)
Tenaga
Kependidikan MI Gondang jumlah kualifikasi ditetapkan sebagai berikut:
a. Sesuai dengan standart kebutuhan minimal
berdasarkan jumlah dan kualifikasi.
b.
Kualifikasi
MI Gondang harus memenuhi
kualifikasi baik .Kelompok
A dan B (Wajib), Kelompok C (Kejuruan) terdiri dari Dasar Bidang Kejuruan,
Dasar Kompetensi Keahlian dan Kompetensi Keahlian berdasarkan pada kualifikasi
atau kompetensi yang akan diajarkan.
Adapun data guru MI
Gondang Wonopringgo selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut:
No
|
Status
|
Laki-laki
|
Perempuan
|
Jumlah
|
1
|
Guru
Wiyata Bakti
|
2
|
6
|
7
|
2
|
Guru
Negeri
|
2
|
3
|
5
|
3
|
TU
|
-
|
1
|
1
|
4
|
Pak
Bon / Penjaga
|
2
|
-
|
2
|
Jumlah
|
46
|
31
|
15
|
(D.8 15.10.2017)
4.1.5
Sarana dan Prasarana
Sarana
dan prasarana merupakan faktor faktor yang sangat penting dalam lembaga
pendidikan, agar dapat menunjang keberhasilan dalam proses belajar mengajar.
Sarana dan prasarana dalam proses kegatan belajar mengajar harus dapat memenuhi
kebutuhan guru dan peserta didik.
Sarana
dan prasarana yang dimiliki MI Gondang Wonopringgo dapat dilihat pada tabel
berikut ini:
No
|
Jenis
Prasarana
|
Ketersediaan
|
||
Baik
|
Rusak
|
Tidak ada
|
||
1
|
Ruang
kelas
|
8
|
-
|
-
|
2
|
Ruang
perpustakaan
|
1
|
-
|
-
|
3
|
Ruang
laboratorium IPA
|
-
|
-
|
-
|
4
|
Ruang
laboratorium komputer
|
-
|
-
|
-
|
(D.9 15.10.2017)
No
|
Jenis
Prasarana
|
Ketersediaan
|
||
Baik
|
Rusak
|
Tidak ada
|
||
1
|
Ruang
pimpinan
|
1
|
-
|
-
|
2
|
Ruang guru
|
1
|
-
|
-
|
3
|
Ruang tata
usaha
|
1
|
-
|
-
|
4
|
Tempat
ibadah
|
1
|
-
|
-
|
5
|
Ruang
konseling
|
1
|
-
|
-
|
6
|
Ruang UKS
|
1
|
-
|
-
|
7
|
Ruang
organisasi kesiswaan
|
-
|
-
|
-
|
8
|
Jamban
|
6
|
-
|
-
|
9
|
Gudang
|
1
|
-
|
-
|
10
|
Ruang
sirkulasi
|
1
|
-
|
-
|
11
|
Tempat
berolahraga
|
-
|
-
|
-
|
12
|
Kantin
|
2
|
-
|
-
|
(D.10 11.12.2017)
No
|
Jenis Sarana
|
Ketersediaan
|
||
Baik
|
Rusak
|
Tidak ada
|
||
1
|
Kursi siswa
|
236
|
-
|
-
|
2
|
Meja siswa
|
235
|
-
|
-
|
3
|
Kursi guru
|
13
|
-
|
-
|
4
|
Meja guru
|
6
|
-
|
-
|
5
|
Lemari
|
11
|
-
|
-
|
6
|
Papan penunjang
|
8
|
-
|
-
|
7
|
Papan tulis
|
8
|
-
|
-
|
8
|
Tempat sampah
|
6
|
-
|
-
|
9
|
Tempat cuci tangan
|
3
|
-
|
-
|
10
|
Jam dinding
|
10
|
-
|
-
|
11
|
Kotak kontak
|
1
|
-
|
-
|
(D.11. 11.12.2017)
No
|
Jenis Sarana
|
Ketersediaan
|
||
Baik
|
Rusak
|
Tidak ada
|
||
1
|
Kursi Pimpinan
|
1
|
-
|
-
|
2
|
Meja Pimpinan
|
1
|
-
|
-
|
3
|
Kursi dan meja tamu
|
1 set
|
-
|
-
|
4
|
Lemari
|
1
|
-
|
-
|
5
|
Papan statistik
|
3
|
-
|
-
|
6
|
Simbol kenegaraan
|
1 set
|
-
|
-
|
7
|
Tempat sampah
|
1
|
-
|
-
|
8
|
Jam dinding
|
1
|
-
|
-
|
(D.12. 12.12.2017)
No
|
Jenis Sarana
|
Ketersediaan
|
||
Baik
|
Rusak
|
Tidak ada
|
||
1
|
Kursi
|
10
|
-
|
-
|
2
|
Meja kerja
|
6
|
-
|
-
|
3
|
Lemari
|
2
|
-
|
-
|
4
|
Kursi tamu
|
1 set
|
-
|
-
|
5
|
Papan statistik
|
3
|
-
|
-
|
6
|
Papan pengunjung
|
1
|
-
|
-
|
7
|
Tempat sampah
|
1
|
-
|
-
|
8
|
Tempat cuci tangan
|
1
|
-
|
-
|
9
|
Jam dinding
|
1
|
-
|
-
|
(D.12.12.12.2017)
No
|
Jenis Sarana
|
Ketersediaan
|
||
Baik
|
Rusak
|
Tidak ada
|
||
1
|
Kursi meja
|
1
|
-
|
-
|
2
|
Meja kerja
|
1
|
-
|
-
|
3
|
Lemari
|
-
|
-
|
-
|
4
|
Papan statistik
|
-
|
-
|
-
|
5
|
Komputer
|
1
|
-
|
-
|
6
|
Filling kabinet
|
1
|
-
|
-
|
7
|
Telepon
|
-
|
-
|
-
|
8
|
Jam dinding
|
1
|
-
|
-
|
9
|
Soket listrik
|
2
|
-
|
-
|
10
|
Penanda waktu
|
1
|
-
|
-
|
11
|
Tempat sampah
|
2
|
-
|
-
|
(D.12. 11.10.2017)
No
|
Jenis Sarana
|
Ketersediaan
|
||
Baik
|
Rusak
|
Tidak ada
|
||
1
|
Tempat tidur
|
1 set
|
-
|
-
|
2
|
Lemari
|
1
|
-
|
-
|
3
|
Meja
|
1
|
-
|
-
|
4
|
Kursi
|
2
|
-
|
-
|
5
|
Catatan kesehatan siswa
|
1 set
|
-
|
-
|
6
|
Perlengkapan P3K
|
1 set
|
-
|
-
|
7
|
Tandu
|
-
|
-
|
-
|
8
|
Selimut
|
1
|
-
|
-
|
9
|
Tensimeter
|
1
|
-
|
-
|
10
|
Termometer badan
|
1
|
-
|
-
|
11
|
Timbangan badan
|
1
|
-
|
-
|
12
|
Pengukur tinggi badan
|
1
|
-
|
-
|
13
|
Tempat sampah
|
1
|
-
|
-
|
14
|
Tempat cuci tangan
|
1
|
-
|
-
|
15
|
Jam dinding
|
1
|
-
|
-
|
(D.12. 12.12.2017)
No
|
Jenis Sarana
|
Ketersediaan
|
||
Baik
|
Rusak
|
Tidak ada
|
||
1
|
Kloset
|
4
|
-
|
-
|
2
|
Tempat air
|
6
|
-
|
-
|
3
|
Gayung
|
8
|
-
|
-
|
4
|
Gantungan pakaian
|
8
|
-
|
-
|
5
|
Tempat sampah
|
1
|
-
|
-
|
(D.18. 15.12.2017)
No
|
Jenis Sarana
|
Ketersediaan
|
||
Baik
|
Rusak
|
Tidak ada
|
||
1
|
Lemari
|
1
|
-
|
-
|
2
|
Rak
|
1
|
-
|
-
|
3
|
Kunci pintu
|
1
|
-
|
-
|
(D.19.15.12.2017)
4.2 Paparan Data Hasil Penelitian
tentang Kebijakan Kepala Madrasah
4.2.1 Peran Kebijakan Kepala Madrasah di MI Gondang.
4.2.1.1 Peran
Kebijakan Kepala Madrasah dalam Meningkatkan Profesionalisme Guru di MI
Gondang.
Berdasarkan wawancara dengan Ibu Kkariroh,S.Pd.I pada 15 Desember 2018 selaku Kepala Madrasah bahwa dalam pengambilan kebijakan yang berkaitan
dengan Madrasah. Beliau selaku Kepala Madrasah selalu berpedoman dengan program
kerja dan kondisi yang ada. Dimana dalam prosesnya, pengambilan kebijakan yang
sifatnya penting. Selalu di rapatkan pada pihak yayasan dan dewan guru.
Sehingga selalu berusahan untuk selalu membuat kebijakan yang realistis dan
dapat di terapkan secara bersama-sama.
(W.1.1.1/15-12-17).
Program kerja Kepala Madrasah adalah suatu hal yang wajib yang harus di
buat oleh Kelapala Madrasah. Dimana program Kepala Madrasah yang memang sangat
penting bagi Madrasah, juga termasuk tuntutan bagi Kepala Madrasah sebagai
laporan dan tanggungjawab Kepala Madrasah terhadap pihak Yayasan Gondang. (O.1/15.12.2017).
Hal
ini dipertegas hasil wawancara dengan Wakil Kepala Madrasah tentang kebijakan
yang telah di tetapkan Kepala Madrasah yang telah dilaksanakan guna menjadikan
guru yang profesional yakni sebagai berikut :
1.
Pembinaan setiap
awal bulan, kegiatan yang dilakukan guna sebagai evaluasi satu bulan terakhir
dan perencanaan kegiatan yang akan dilaksanakan satu bulan yang akan datang.
(W.1.1.2/15-12-18)
2.
Rapat koordinasi
yang dilaksanakan setiap pagi oleh Kepala Madrasah, Wakil kepala Madrasah dan
pihak Yayasan Gondang. Dimana kegiatan ini sebagai kontrol kegiatan yang ada di
MI Gondang setiap harinya di MI Gondang.(W.2.1.2/15-12-18)
3.
Mengikutsertakan
setiap guru untuk mengikuti Kelompok Kerja Guru (KKG) guru MI Se-Kecamatan
Wonopringgo. Yang dilaksanakan setiap minggu. (W.3.2/15-12-18)
4.
Guru di ikut
sertakan setiap lomba yang diadakan oleh Kementrian Agama Kab. Pekalongan. baik
yang berkaitan dengan lomba Inovasi Pembelajaran sampai dengan cabang olahraga
dan seni.(W.6.1.2/12-09-18).
5.
Guru yang belum
lulus S1 di ikut sertakan dalam program Kementrian Agama kab. Pekalongan untuk
menempuh pendidikikan dibangku kuliah. (W.3.1.2/15-09-17).
Hal ini dipertegas dengan hasil wawancara dengan Ibu
Khariroh,S.Pd.I bahwa Kepala Madrasah
dibantu oleh 1 staff, yang membantu Kepala Madrasah dalam membuat
laporan dan sekaligus sebagai bendahara Madrasah. (W.4.1.3/15-09-17).
Salah satu peran kepala
Madrasah di MI Gondang adalah sebagai motivator dan selalu memberi kesempatan
untuk guru agar selalu berkembang dan berusaha menjadi guru yang berkualitas
dan profesional. (W.1.1.4/15-09-17).
4.2.2
Profesionalisme
Guru di MI Gondang Wonopringgo
Pada tgl 12
Deseember 2017, penulis sempat mewawancarai Kepala Madrasah di MI Gondang.
Tentang kondisi guru di Mi Gondang. Beliau menjleaskan bahwa guru tetap di MI Gondang dari 10 guru, 5 adalah Pegawai
Negri Sipil (PNS). Dan yang lima adalah guru tetap yang mendapat Seurat
Keputusan (SK) dari Yayasan Gondang. Dan seluruhnya sudah lulus Strata 1 (S1).
Beliupun
menambahkan walaupun sudah S1, guru senantiasa mendapat pembinaan dari Pengurus
Yayasan Gondang setiap bulannya. Dengan seringnya mendapat pembinaan, baik dari
yayasan maupun dari Kementrian Agama guru senantiasa selalu berinovasi dalam
mengajar dan selalu mengedepankan kualitas pembelajaran.
4.2.3
Peran Kebijakan Kepala Madrasah
dalam Meningkatkan Profesionalisme Guru di MI Gondang.
Berdasarkan
wawancara yang penulis laksanakan pada 15 Desember 2017 dengan Wakil Kepala
Madrasah di MI gondang yang juga sebagai guru, Izur Rahman, S.Pd.I menjelaskan
bahwa peranan kebijakan yang diambil Kepala Madrasah sangatlah besar. Karena
kebijakan Kepala Madrasah menjadi salah satu rujukan dalam melaksanakan kegatan
di MI Gondang. Baik yang bersifat formal maupun non formal. Sehingga saat ada
kebijakan yang dirasa kurang efektif akan sangat dirasakan oleh guru.
Sampai saat
ini kebijakan yang diambil oleh Kepala Madrasah, Khariroh, S.Pd.I cukup
efektif, karena banyak pencapaian cukup baik yang dirasakan oleh guru. Seperti
kebijakan untuk selalu melaksanakan pembinaan untuk guru dan memberikan setiap
fasilitas yang di butuhkan guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik.
4.3 Pembahasan Hasil Penelitian
4.3.1
Peran Kepala Madrasah di MI
Gondang
Berdasarkan
paparan hasil penelitian di atas, dapat diketahui bahwa peran Kepala Madrasah di MI Gondang sangatlah besar dalam upaya
menjadikan guru berkerja secara profesional. Tujuan umum Kepala Madrasah
mengeluarkan kebijakan yaitu utnuk memajukan Madrasah agar menjadi lembaga
pendidikan yang berkualitas dan tentu saja hal itu akan menjadikan Madrasah mendapatkan kepercayaan dari masyarakat.
Dengan menggunakan sistem sentralisasi memang banyak
keuntungan yang dapat di peroleh, seperti efisiensi waktu, dan kebijakan akan
senantiasa cepat di laksanakan dan dapat mudah dievaluasi. Namun sisetem ini
juga ada kekuranggannya yaitu bahwa sistem sentralisasi cenderung menjadikan
para guru sebagai pelaksana dan menutup ruang untuk berpendapat. Namun keluar
dari itu, sistem kebujakan sentralisasi sudah banyak memberi manfaat bagi
kemajuan dari mada MI Gondang. Baik dalam pembangunan sarana dan prasarana dan
juga menjadikan guru yang berkerja profesional.kakrena memang selalu mengedepankan
kualitas, tidak heran kalau kepala sekolah dan wakil kepala sekolah serta pihak
Yayasan selalu berkoordinasi setiap hari guna mengevaluasi dan mengontrol
kegiatan dan keadaan yang ada di MI Gondang.
Untuk itu Kepala Madrasah selaku orang yang mendapat
kepercayaan memimpin madrasah tentu saja harus berusaha memberi kebijakan yang
produktif, efektif dan efisien. Terutama tentang pengelolaan sumber daya
manusia (SDM), dalam hal ini adalah guru serta karyawan. Agar senantiasa mau
mengembangkan diri, agar semakin berkualitas. Terutama guru sebagai ujung
tombak pendidikan. Sehingga guru dapat mengajar dengan baik dan benar demi
terwujudnya peserta didik yang berkualitas. Baik dalam keilmuan maupun moral.
4.3.2
Profesionalisme
Guru di MI Gondang Wonopringgo Pekalongan
Berdasarkan paparan hasil penelitian di atas, dapat diketahui bahwa tidak
semua guru yang ada di MI Gondang sudah memenuhi kriteria guru yang
profesional. Sebagaimana kita keteahui di dalam Undang-Undang
Republik Nomor 14 tahun 2005 pasal
delapan tentang Guru dan Dosen dijelaskan bahwa guru itu wajib memiliki
kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan
rohani, serta memiliki kemampuan untuk tujuan mewujudkan pendidikan nasional.
Kemudian dalam dalam pasal 9 dijellaskan bahwa kualifikasi akademik diperoleh
melalui pendididkan tinggprogram sarjana atau diploma empat. ( Zuwida Khusna :
2015 hal 22-23)
Sehingga
kalau mengacu pada Undang-Undang memanglah belum seluruhnya guru yang ada di MI
Gondang dikatakan profesional baik karena belum memenuhi syarat secara akademik
maupun pengusaaan pedagogik guru yang memang belum sepenuhnnya menguasai. Ini
terlihat dari cara mengajar yang memang belum bisa dipandang sebagai
pembelajaran yang dapat menjadikan kegiatan pembelajaran menjadi hidup. Karena
cenderung pembelajaran itu bersifat satu arah.
Melihat hal
itu Kepala Madrasah mengeluarkan beberapa kebijakan antara lain mewajubkan guru
agar dalam pembelajaran bukan hanya menyampaikan materi namun harus dapat
mengelola kelas dengan baik dengan cara menyediakan fasilitas seperti LCD dan
alat peraga bagi guru. Adaya supervisi setiap harinya untuk mengecek proses
kegiatan belajar mengajar. Dan kebijakan yang terbaru adalah dengan akan
memasang CCTV di setiap kelas sebagai kontrol kegiatan belajar dan mengajar di
kelas. Sehingga cara mengacar dan media pemebalajarn guru dapat mudah
dievaluasi.
4.3.3
Peran Kebiajakan Kepala Madrasah
dalam Meningkatkan Profesionalisme Guru di MI Gondang.
Menurut Worthen
and Sanders (1978) dalam buku Evaluasi mengatakan bahwa tujuan utama evaluasi
proses adalah
1) Mengetahui kelemahan selama pelaksanaan termasul
hal-hal yang baik untuk dipertahankan;
2) Memperoleh informasi mengenai keputusan yang
ditetapkan;
3) memelihara catatan-catatan lapangan menganai hal-hal
penting saat implementasi dilaksanakan.
Dengan melihat
apa yang dikemukaan oleh Woethen dan Sanders, peneliti dapat mengetahui sejauh
mana peran dari kebijakan kela Madrasah dalam meningkatkan profesionalisme di
MI Gondang. Dengan mengambil data berupa dokumentasi mau[un dengan wawancara.
Bahwa peranaan dari kebijakan Kepala Madrasah sangatlah besar bagi tervapainya
guru yang profesional. Karena memang sudah terbukti bahwa kebijakan-kebiajakn
yang dikeluarkan oleh Kepala Madrasah menambah peningkatan daripada kualitas
daripada guru. Walaupun tidak semua guru tidak dapat menjalankan setiap kebiakan
yang ada kakrena faktor usia. Terutama hal yang berkaitan dengan teknologi.
Kebijakan yang
bersifat sentral di yayasan memang terkesan membatasi ruang kepala Madrasah
dalam pengambilan kebijakan. Namun di sisi lain bayak hal positif yang dapat
diambil dari sistem sentralisasi yang di terapkan. Yaitu kebijakan daripada
kepala madrasah selalu bersinergi dengan kebijakan yang dikeluarkan oleh
yayasan. Sehingga kebijakan akan selalu mendapat dukungan, baik berupa
pendanaan atau sumber daya yang memadai. Karena adanya pengkajian yang lebih
mendalam.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
Berdasarkan
hasil penelitian dan pembahasan yang diuraikan pada bab sebelumnya, maka
penulis menarik kesimpulan sebagai berikut.
5.1.1
Kebijakan Kepala Madrasah di MI Gondang antara lain : mengadakan rapat
koordinasi setiap hari dengan pihak yayasan guna mengontrol dan mengevaluasi
kegiatan pembaelajaran. Mebngikutkan diklat dan mendorong guru untuk
menuntaskan pendidikan jenjang S1. Bagi guru yang belum lulus sarjana. Dan
kebijakan yang terbaru adalah tentang rencana diadakannya
5.1.2
Profesionalisme Guru di MI Gondang
Berdasarkan paparan hasil penelitian di atas, dapat diketahui bahwa tidak
semua guru yang ada di MI Gondang sudah memenuhi kriteria guru yang
profesional. Sebagaimana kita keteahui di dalam Undang-Undang
Republik Nomor 14 tahun 2005 pasal
delapan tentang Guru dan Dosen dijelaskan bahwa guru itu wajib memiliki
kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani,
serta memiliki kemampuan untuk tujuan mewujudkan pendidikan nasional. Kemudian
dalam dalam pasal 9 dijellaskan bahwa kualifikasi akademik diperoleh melalui
pendididkan tinggprogram sarjana atau diploma empat. ( Zuwida Khusna : 2015 hal
22-23)
5.1.3
Faktor Pendukung dan Penghambat Implementasi kebijakan Kepala Madrasah MI
Gondang.
Faktor
pendukung dalam peran Kepala Madrasah dalam meningkatkan profesionalisme guru
yakni kelebihan (Strengths) yang dimiliki oleh Kepala Madrasah. Serta
peluang (Opportunities) sekolah
dalam meningkatkan kualitasnya.
Sedangkan
faktor penghambat dalam pelaksanaan kebijakan Kepala Madrasah yakni kelemahan (Weaknesses)
yang dimiliki oleh Kepala Madrasah. Serta ancaman (Threats) yang dapat
menjadi penghambat dalam peningkatan kualitas di sekolah tersebut.
5.2
Saran
Berdasarkan
hasil penelitian yang telah diuraikan di atas, maka penulis memberikan beberapa
saran yakni:
1.
Kepala Madrasah di MI Gondang harus berupaya memberi kebijakan yang efektif
dan efisien. Dimana tetap memberikan ruang berpendapat bagi para guru dan
karyawan yang mempunyai gagasan yang kuntruktif.
2.
Hasil pengawasan yang dilakukan setiap harinya harus dapat menjadi dasar
perbaikan. Agar guru bisa mengajar dengan baik dan benar. Sengingga
teircapailah guru-guru yang profesional.
3.
Guru MI Gondang harus senantisa membuka diri untuk sebuah perubahan.
Sehingga setiap kebijakan yang di keluarkan oleh Kepala madrasah dapat berjalan
dengan efektif dan efisien.
DAFTAR PUSTAKA
Hermino
Agustinus. 2014. Kepemimpinan Pendidikan di Era
Globalisasi.Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Purwanto
Ngalim. 2010. Adminitrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung : PT
Remaja Rosdakarya Offset
Wartoni.
2015. Metode Penelitian. Pekalongan : STAIKAP Pekalongan
Soetrisno.
2006. Manajemen Perkantoran Modern. Jakarta : Lembaga Adminitrasi
Negara Republik Indonesia
Fattah
Nanang. 2012. Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan. Bandung : PT
Remaja Rosdakarya
Soetjipto.
1999. Profesi Keguruan. Jakarta : PT Rineka Cipta
2015.
Undang-Undang Republik Indonesia No 14 Tahun 2015 dan Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan RI tahun 2014 tentang Guru dan Dosen.
Bandung : Citra Umbara
Emzir.
2010. Metodologi Analisis Data. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
Khusna Zuwida, 2014.
Kompetensi pedagogis Guru PAI SMA. Pekalongan : Duta media Utama
Chakim Lukman, 2011.
Evalusi. Pekalongan : STAIAKAP YMI
Suhardan Dadang dkk,
2010. Manajemen Pendidikan. Bandung : Alfabeta
Purwanto Ngalim, 2010.
Adminitrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung :
PT
Remaja Rosdakarya
Komentar
Posting Komentar